Negosiasi
Negosiasi merupakan
proses tawar-menawar dengan berunding secara damai untuk mencapai kesepakatan
antarpihak yang berperkara, tanpa melibatkan pihak ketiga sebagai penengah. Cara
negosiasi sering diadakan dalam kaitannya dengan jasa-jasa baik (good offices)
atau mediasi. Kecenderungan yang berkembang dewasa ini menunjukkan, sebelum
dilaksanakan negosiasi, ada dua proses yang telah dilakukan terlebih dahulu,
yaitu konsultasi dan komunikasi. Tanpa kedua media tersebut seringkali dalam
beberapa hal negosiasi tidak dapat berjalan.
Mediasi
Proses penyelesaian sengketa antarpihak yang
bersengketa yang melibatkan pihak ketiga (mediator) sebagai penasihat. Dalam
hal mediasi, mediator bertugas untuk melakukan hal-hal sbb:
·
Bertindak
sebagai fasilitator sehingga terjadi pertukaran informasi
·
Menemukan dan
merumuskan titik-titik persamaan dari argumentasi antarpihak, menyesuaikan
persepsi, dan berusaha mengurangi perbedaan sehingga menghasilkan satu
keputusan bersama.
Arbitrase
Arbitrase merupakan penyelesaian
sengketa secara damai. Proses ini dilakukan dengan cara menyerahkan
penyelesaian sengketa kepada orang-orang tertentu, yaitu arbitrator. Mereka
dipilih secara bebas oleh para pihak yang bersengketa. Mereka itulah yang
memutuskan penyelesaian sengketa, tanpa terlalu terikat pada
pertimbangan-pertimbangan hukum. Pengadilan-pengadilan arbitrase semestinya
berkewajiban untuk menerapkan hukum internasional. Namun, pengalaman di
lapangan hukum internasional menunjukkan adanya kecenderungan yang berbeda.
Beberapa sengketa yang menyangkut masalah hukum seringkali diputuskan
berdasarkan kepatutan dan keadilan (ex aequo et bono).
Dalam proses arbitrase
ada prosedur tertentu yang harus ditempuh. Bila terjadi sengketa antara dua
negara dan mereka menghendaki penyelesaian melalui Permanent Court of
Arbitration, maka mereka harus mengikuti prosedur tertentu. Prosedur tersebut
harus ditaati dan dilaksanakan berdasarkan kaidah-kaidah hukum internasional.
Adapun prosedurnya adalah sebagai berikut:
1.
Masing-masing
negara yang bersengketa tersebut menunjuk dua arbritator. Salah seorang di
antaranya boleh warga negara mereka sendiri, atau dipilih dari
orang-orang yang dinominasikan oleh negara itu sebagai anggota penel mahkamah
arbitrasi.
2.
Para
arbritator tersebut kemudian memilih seorang wasit yang bertindak sebagai ketua
dari pengadilan arbritasi tersebut.
3.
Putusan
diberikan melalui suara terbanyak. Dengan demikian, arbritase pada hakikatnya
merupakan suatu konsensus atau kesepakatan bersama di antara para pihak yang
bersengketa. Suatu negara tidak dapat dipaksa untuk dibawa ke muka pengadilan
arbritase, kecuali jika mereka setuju untuk melakukan hal tersebut.
Perbandingan antara
Perundingan, Arbitrase dan Ligitasi
a.
Negosiasi atau perundingan
Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa dimana para pihak yang bersengketa saling melakukan kompromi untuk menyuarakan kepentingannya. Dengan cara kompromi tersebut diharapkan akan tercipta win-win solution dan akan mengakhiri sengketa tersebut secara baik.
Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa dimana para pihak yang bersengketa saling melakukan kompromi untuk menyuarakan kepentingannya. Dengan cara kompromi tersebut diharapkan akan tercipta win-win solution dan akan mengakhiri sengketa tersebut secara baik.
b. Litigasi adalah sistem
penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan. Sengketa yang terjadi dan
diperiksa melalui jalur litigasi akan diperiksa dan diputus oleh hakim. Melalui
sistem ini tidak mungkin akan dicapai sebuah win-win solution (solusi yang
memperhatikan kedua belah pihak) karena hakim harus menjatuhkan putusan dimana
salah satu pihak akan menjadi pihak yang menang dan pihak lain menjadi pihak
yang kalah. Kebaikan dari sistem ini adalah:
1.
Ruang lingkup pemeriksaannya yang lebih luas (karena sistem peradilan di
Indonesia terbagi menjadi beberapa bagian yaitu peradilan umum, peradilan
agama, peradilan militer dan peradilan Tata Usaha Negara sehingga hampir semua
jenis sengketa dapat diperiksa melalui jalur ini)
2.
Biaya yang relatif lebih murah (Salah satu azas peradilan Indonesia adalah
Sederhana, Cepat dan Murah)
Sedangkan kelemahan dari sistem ini adalah:
1. Kurangnya kepastian
hukum (karena terdapat hierarki pengadilan di Indonesia yaitu Pengadilan
Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung dimana jika Pengadilan Negeri
memberikan putusan yang tidak memuaskan salah satu pihak, pihak tersebut dapat
melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi atau kasasi ke Mahkamah
Agung sehingga butuh waktu yang relatif lama agar bisa berkekuatan hukum tetap)
2. Hakim yang
"awam" (pada dasarnya hakim harus paham terhadap semua jenis hukum.
namun jika sengketa yang terjadi terjadi pada bidang yang tidak dikuasai oleh
hakim, maka hakim tersebut harus belajar lagi. Hal ini dikarenakan para pihak
tidak bisa memilih hakim yang akan memeriksa perkara. Tentunya hal ini akan
mempersulit penyusunan putusan yang adil sesuai dengan bidang sengketa. Hakim
juga tidak boleh menolak untuk memeriksa suatu perkara karena hukumnya tidak
ada atau tidak jelas. Jadi tidak boleh ada hakim yang menolak perkara. apalagi
hanya karena dia tidak menguasai bidang sengketa tersebut.)
Berdasarkan konsekuensi bahwa putusan hakim akan memenangkan salah satu pihak dan mengalahkan pihak yang lain, maka berdasarkan hukum acara perdata di Indonesia Hakim wajib memerintahkan para pihak untuk melaksanakan mediasi (nanti akan dibahas lebih lanjut) untuk mendamaikan para pihak. Jika tidak dicapai perdamaian maka pemeriksaan perkara akan dilanjutkan. Meskipun pemeriksaan perkara dilanjutkan kesempatan untuk melakukan perdamaian bagi para pihak tetap terbuka (dan hakim harus tetap memberikannya meskipun putusan telah disusun dan siap untuk dibacakan). Jika para pihak sepakat untuk berdamai, hakim membuat akta perdamaian (acte van daading) yang pada intinya berisi para pihak harus menaati akta perdamaian tersebut dan tidak dapat mengajukan lagi perkara tersebut ke pengadilan. Jika perkara yang sama tersebut tetap diajukan ke pengadilan maka perkara tersebut akan ditolak dengan alasan ne bis in idem (perkara yang sama tidak boleh diperkarakan 2 kali) karena akta perdamaian tersebut berkekuatan sama dengan putusan yang final dan mengikat (tidak dapat diajukan upaya hukum).
Berdasarkan konsekuensi bahwa putusan hakim akan memenangkan salah satu pihak dan mengalahkan pihak yang lain, maka berdasarkan hukum acara perdata di Indonesia Hakim wajib memerintahkan para pihak untuk melaksanakan mediasi (nanti akan dibahas lebih lanjut) untuk mendamaikan para pihak. Jika tidak dicapai perdamaian maka pemeriksaan perkara akan dilanjutkan. Meskipun pemeriksaan perkara dilanjutkan kesempatan untuk melakukan perdamaian bagi para pihak tetap terbuka (dan hakim harus tetap memberikannya meskipun putusan telah disusun dan siap untuk dibacakan). Jika para pihak sepakat untuk berdamai, hakim membuat akta perdamaian (acte van daading) yang pada intinya berisi para pihak harus menaati akta perdamaian tersebut dan tidak dapat mengajukan lagi perkara tersebut ke pengadilan. Jika perkara yang sama tersebut tetap diajukan ke pengadilan maka perkara tersebut akan ditolak dengan alasan ne bis in idem (perkara yang sama tidak boleh diperkarakan 2 kali) karena akta perdamaian tersebut berkekuatan sama dengan putusan yang final dan mengikat (tidak dapat diajukan upaya hukum).
c. Arbitrase
Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa yang mirip dengan litigasi, hanya saja litigasi ini bisa dikatakan sebagai "litigasi swasta" Dimana yang memeriksa perkara tersebut bukanlah hakim tetapi seorang arbiter. Untuk dapat menempuh prosesi arbitrase hal pokok yang harus ada adalah "klausula arbitrase" di dalam perjanjian yang dibuat sebelum timbul sengketa akibat perjanjian tersebut, atau "Perjanjian Arbitrase" dalam hal sengketa tersebut sudah timbul namun tidak ada klausula arbitrase dalam perjanjian sebelumnya. Klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase tersebut berisi bahwa para pihak akan menyelesaikan sengketa melalui arbitrase sehingga menggugurkan kewajiban pengadilan untuk memeriksa perkara tersebut. Jika perkara tersebut tetap diajukan ke Pengadilan maka pengadilan wajib menolak karena perkara tersebut sudah berada di luar kompetensi pengadilan tersebut akibat adanya klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase. Beberapa keunggulan arbitrase dibandingkan litigasi antara lain:
Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa yang mirip dengan litigasi, hanya saja litigasi ini bisa dikatakan sebagai "litigasi swasta" Dimana yang memeriksa perkara tersebut bukanlah hakim tetapi seorang arbiter. Untuk dapat menempuh prosesi arbitrase hal pokok yang harus ada adalah "klausula arbitrase" di dalam perjanjian yang dibuat sebelum timbul sengketa akibat perjanjian tersebut, atau "Perjanjian Arbitrase" dalam hal sengketa tersebut sudah timbul namun tidak ada klausula arbitrase dalam perjanjian sebelumnya. Klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase tersebut berisi bahwa para pihak akan menyelesaikan sengketa melalui arbitrase sehingga menggugurkan kewajiban pengadilan untuk memeriksa perkara tersebut. Jika perkara tersebut tetap diajukan ke Pengadilan maka pengadilan wajib menolak karena perkara tersebut sudah berada di luar kompetensi pengadilan tersebut akibat adanya klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase. Beberapa keunggulan arbitrase dibandingkan litigasi antara lain:
1.
Arbitrase relatif lebih terpercaya karena Arbiter dipilih oleh para pihak
yang bersengketa. Arbiter dipilih oleh para pihak sendiri dan merupakan jabatan
yang tidak boleh dirangkap oleh pejabat peradilan manapun. Dalam hal para pihak
tidak bersepakat dalam menentukan arbiter maka arbiter akan ditunjuk oleh ketua
Pengadilan Negeri. Hal ini berbeda dengan litigasi karena para pihak tidak
dapat memilih hakim yang memeriksa perkara. Calon arbiter yang ditunjuk juga
boleh menolak penunjukan tersebut.
2.
Arbiter merupakan orang yang ahli di bidangnya sehingga putusan yang
dihasilkan akan lebih cermat. Dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dinyatakan bahwa salah satu
syarat untuk menjadi arbiter adalah berpengalaman aktif di bidangnya selama 15
tahun. Hal ini tentunya berbeda dengan hakim yang mungkin saja tidak menguasai
bidang yang disengketakan sehingga harus belajar bidang tersebut sebelum
memeriksa perkara.
3.
Kepastian Hukum lebih terjamin karena putusan arbitrase bersifat final dan
mengikat para pihak. Pihak yang tidak puas dengan putusan arbitrase tidak dapat
mengajukan upaya hukum. namun putusan tersebut dapat dibatalkan jika terjadi
hal-hal tertentu seperti dinyatakan palsunya bukti-bukti yang dipakai dalam
pemeriksaan setelah putusan tersebut dijatuhkan atau putusan tersebut dibuat
dengan itikad tidak baik dari arbiter.
Sedangkan kelemahannya antara lain:
Sedangkan kelemahannya antara lain:
1.
Biaya yang relatif mahal karena honorarium arbiter juga harus ditanggung
para pihak (atau pihak yang kalah)
2.
Putusan Arbitrase tidak mempunyai kekuatan eksekutorial sebelum didaftarkan
ke Pengadilan Negeri.
3.
Ruang lingkup arbitrase yang terbatas hanya pada sengketa bidang komersial
(perdagangan, ekspor-impor, pasar modal, dan sebagainya)
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar